Pengertian
Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak
lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakuai dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama derajatnya, yang
sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keurunan, dan agamanya.
Hakikat keadilan dalam Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, kata adil terdapat pada:
1. Pancasila yaitu sila kedua dan kelima
2. Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea II dan IV
3. GBHN 1999-2004 tentang visi
Keadilan berasal dari kata adil.
Menurut W.J.S. Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya
tidak sewenang-wenang dan tidak memihak.
Pembagian keadilan menurut
Aristoteles:
1. Keadilan Komutatif adalah
perlakuan terhadap seseorang yang tidak melihat jasa-jasa yang dilakukannya.
2. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya.
3. Keadialn Kodrat Alam adalah memberi sesuatusesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita.
4. Keadilan Konvensional adalah seseorang yang telah menaati segala peraturang perundang-undangan yang telah diwajibkan.
5. Keadilan Menurut Teori Perbaikan adalah seseorang yang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar
2. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya.
3. Keadialn Kodrat Alam adalah memberi sesuatusesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita.
4. Keadilan Konvensional adalah seseorang yang telah menaati segala peraturang perundang-undangan yang telah diwajibkan.
5. Keadilan Menurut Teori Perbaikan adalah seseorang yang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar
Pembagian keadilan menurut Plato:
1. Keadilan Moral, yaitu suatu
perbuatan dapat dikatakan adila secara moral apabila telah mampu memberikan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
2. Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.
2. Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.
- Thomas Hobbes menjelaskan suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan dengan perjanjian yang disepakati.
- Notonegoro, menambahkan keadilan legalitas atau keadilan hukum yaitu suatu keadan dikatakan adil jika sesuai ketentuan hukum yang berlaku
Artikel
Keadilan dan Kasih
Di suatu tempat dan waktu terdapat
seorang kepala suku. Ia sangat dihormati bukan hanya karena keperkasaan
fisiknya, namun juga hikmatnya dalam memimpin sukunya. Selama masa
kepemimpinannya hukum benar-benar ditegakkan sehingga semua anggota suku merasa
aman.
Suatu kali, terjadi pencurian sapi
milik seorang anggota suku. Mendapat laporan itu, Kepala Suku mengumpulkan
rakyatnya dan berkata bahwa siapapun yang melakukan pencurian itu akan dihukum
cambuk 20 kali. Ia berharap agar ancaman tersebut dapat menghentikan pencurian
tersebut.
Tetapi, tiga hari kemudian, ada lagi
warga yang lain yang mengadukan kehilangan ternak miliknya. Kepala Suku kecewa.
Dan ia memberi tahu rakyatnya bahwa ia telah menaikan ancaman hukuman menjadi
50 kali hukuman cambuk. Sekali lagi, Kepala Suku berharap bahwa pencurian
tersebut adalah yang terakhir.
Ia salah. Dua hari setelah
pemberitahuan kenaikan ancaman tersebut, masih ada warga yang melaporkan
kehilangan harta bendanya. Kepala Suku sudah bukan kecewa lagi, tetapi marah besar. Dan, ia
menaikan ancaman hukuman menjadi 75 kali cambuk.
Seminggu setelah itu, terjadi
keramaian di salah satu sudut wilayah sukunya. Orang berkerumun. Di
tengah-tengah kerumunan itu seorang pemuda berusia 20-an tahun sedang
tersungkur setelah dipukuli warga suku karena kedapatan sementara berusaha
mencuri kambing warga suku. Mereka menginterogasi pemuda itu dan mendapati
bahwa ia adalah orang yang sama yang telah melakukan pencurian yang meresahkan
suku.
Rakyat kemudian membawanya ke
hadapan Kepala Suku. Dengan wajah tertunduk, pemuda itu berjalan ke rumah
Kepala Suku hingga ia tiba di hadapan pemimpin suku tersebut. Kepala Suku
mendekat untuk berusaha melihat wajah pemuda yang telah berlumuran darah
tersebut. Betapa kagetnya ia, ternyata pemuda itu adalah anaknya sendiri.
Kepala Suku menghadapi dilema.
Haruskah ia selaku Kepala Suku menjalankan keadilan dengan melaksanakan ancaman
hukuman cambuk 75 kali tersebut, ataukah ia sebagai seorang ayah yang mengasihi
anaknya membatalkan pelaksanaan ancaman hukuman tersebut. Ia menyadari bahwa
kedua perannya tersebut bukan harus dipertentangan, tetapi harus diharmoniskan.
Ia adalah seorang yang berhikmat.
Kepala Suku bertitah bahwa hukuman
harus dilaksanakan. Hukum harus diberlakukan tanpa pandang bulu. Warganya,
walaupun sangat terharu, makin kagum dengan kepemimpinan pemimpin mereka.
Keesokan harinya, sang pemuda dengan
punggung telanjang telah diikat di suatu tiang di tengah lapangan terbuka,
dengan seorang algojo berbadan besar yang memegang cambuk. Ia hari itu bertugas
mencambuk punggung pemuda tersebut 75 kali.
Dari atas tempat duduknya di
panggung, Kepala Suku dengan sangat pedih hati, memerintahkan agar hukuman
dipersiapkan. Aba-aba terakhir akan diberikan oleh Kepala Suku sendiri. Algojo
mengambil tempat di dekat pemuda, dan mempersiapkan cambuknya. Ketika ia
mengangkat tanggannya pada posisi tertinggi dan menanti komando dari Kepala
Suku, ia bukan mendengar komando untuk mencambuk, tetapi “Tunggu…!”, teriak
sang Kepala Suku.
Dan, Kepala Suku bergegas turun
mendekati anaknya. Setiba di hadapan sang algojo, Kepala Suku membuka baju
kebesarannya, dan makin mendekati anaknya. Warganya terkejut ketika Kepala Suku
tiba-tiba memeluk anaknya yang terikat di batang pohon dan menempelkan seluruh
dadanya di punggung anaknya sehingga seluruh tubuh Kepala Suku yang besar itu
menutupi seluruh tubuh sang pemuda.
Kepala Suku kemudian memberikan
komando eksekusinya. Setiap kali cambukan menghantam tubuh Kepala Suku, ia
berkata kepada anaknya “Ayah mengasihimu, anakku…!”. Saat itulah keadilan dan
kasih menjadi suatu keharmonisan dalam waktu dan tempat yang sama.
Pendapat
Kalo ngomongin Keadilan emang gak pernah selesai deh, kenapa? mungkin banya sisi yang nilai bahwa keadilan itu ada dan engga. Gak usah jauh jauh deh di Indonesia aja liat keadilannya bisa diliat dan bisa di nilai sendiri kok. Mungkin buat rakyat yang miskin keadilan bisa dibilang gak ada tapi coba liat para koruptor yang hidupnya udah bergelimpangan dengan uang haram alias uang rakyat aja masih bilang gak adil, padahal merekalah yang menyebabkan keadilan itu bisa menghilang dari dunia. Tapi gak mungkin juga sih keadilan ilang karena masih banyak orang yang peduli terhadap keadilan negeri ini. Orang yang adil itu sama dengan orang yang jujur, orang jujur itu belum tentu dia bisa adil, karena adil juga banyak makna dan maksudnya, jadi andalah yang bisa menilai keadilan itu sendiri, atau mungkin ada termasuk orang yang adil atau tidak? liahat diri anda saja
0 comments:
Post a Comment